Kanjeng Sepuh
&
KADIPATEN
SIDAYU
Disusun
untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Sejarah Sastra
Dosen pembimbing :
Sutardi, S.S, M,Pd.
Oleh :
Miftahul Huda
semester II B kelas pagi
NIM : 12321716
JURUSAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM
LAMONGAN
2013
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang
telah memberikan rahmat, hidayah serta inayahnya kepada kita semua, sehingga
kita semua masih bisa menghirup udara segar di sekiling kita.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi
sang penguasa samudera syafaat, sang revolusi dunia, nabi kita Muhammad SAW
yang telah menunjukan kita dari jalan yang penuh kesesatan, kedloliman,
kekufuran menuju jalan yang terang benderang yaitu berupa ajaran islam wal
iman.
Akhirnya, setelah melewati proses yang panjang, tugas ini
dapat terselsaikan juga, dan dengan terselsaikannya tugas ini, saya
menghaturkan ribuan ucapan terima kasih kepada :
1.
Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya
2.
Nabi Muhammad SAW atas tuntunan dan syari`at – syari`atnya.
3.
Orang tua kami dan kerabat yang senantiasa mendukung dan mendoakan kami.
4.
Sutardi,
S.S, M,Pd.. selaku dosen mata kuliah Sejarah
Sastra.
5.
Teman – teman FKIP Bahasa Indonesia semester 2 kelas B pagi yang secara
lansung atau tidak lansung membantu
proses penyelsaian tugas ini.
6.
Semua pihak yang terlibat dalam penyelsaian tugas ini yang tidak dapat
kami sebutkan satu persatu.
Tak ada
gading yang tak retak, banyak sekali kekurangan dalam penyelsaian tugas ini,
oleh karena itu, penyusun memohon kritik dan saran yang membangun bagi penyusun
sendiri khususnya dan bagi seluruh insan pada umumnya. Sekian dan terima kasih.
Penulis
Kanjeng Sepuh
&
KADIPATEN
SIDAYU
Kanjeng sepuh merupakan tokoh asal sidayu, gresik,
yang namanya cukup harum hingga sekarang. Tak heran bila kemudian banyak
masyarakat yang menziarahi makamnya untuk berbagai tujuan. Mulai yang ingin
bisnisnya lancar hingga ingin jabatannya naik.
Kecamatan Sidayu hanyalah satu di
antara 18 kecamatan di Kabupaten Gresik saat ini. Namun, kecamatan tersebut
meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran sebagai bekas sebuah kadipaten pada
masa lalu. Jejak sejarah Kabupaten Gresik bisa dilihat dengan jelas di bekas
Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan
masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda.
Ada pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula masjid dan alun-alun,
serta telaga dan sumur sebagai sumber air Sedayu.
Diperkirakan, situs itu berusia satu
abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah
Kadipaten Jombang oleh penjajah Belanda pada sekitar 1910. Sejak berdiri pada
1675, kadipaten Sedayu dipimpin oleh sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yang
paling dikenal adalah Kanjeng Sepuh Sedayu. Meski hanya sebuah kecamatan,
Sidayu rnemiliki alun-alun yang cukup luas dan bangunan-bangunan tua yang cukup
megah. Itu merupakan pertanda bahwa Sedayu, atau yang sekarang lebih dikenal
dengan sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yang pernah jaya.
Sebelum akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten Gresik,
Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri pada masa pemerintahan Mataram.
Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara
langsung di ba- wah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I dengan adipati
pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.
Sebelum
akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten
Gresik, Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri
pada masa pemerintahan Mataram.
Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara
langsung di bawah kekuasaan Raja Mataram
Prabu Amangkurat I dengan
adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.
Nama-nama bupati yang pernah memerintah di
kabupaten Sidayu adalah sebagai berikut:
1. Raden Kromo Widjojo
2. Adipati Probolinggo
3. Raden Kanjeng Soewargo
4. Raden Kanjeng Sido Ngawen
5. Raden Kanjeng Sido Banten
6. Kanjeng Kudus
7. Kanjeng Djoko
8. Kanjeng Sepuh
9. Kanjeng Pangeran
10. Ragen Badrun
Sejarah Kadipaten Sedayu mencatat
nama harum adipati ke-8, yaitu pada waktu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh
dianggap sebagai aulia dan pemimpin besar Kadipaten Sedayu yang layak
mendapatkan penghormatan. Kiprahnya yang kritis terhadap kekuasaan Belanda atau
kerajaan lain waktu itu dikenang cukup membanggakan. Di mata warga Sedayu
maupun keturunannya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum sebagai
pemimpin yang berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu pada 1816-1855.
Kompleks makam Kanjeng Sepuh sendiri
berada di Desa Kauman, Kecamatan Sedayu, Gresik. Di kompleks inilah makam Kyai
Panembahan Haryo Soeryo Diningrat, Adipati ke-8 Kadipaten Sedayu dapat
diziarahi. Selain meninggalkan Masjid, Kanjeng Sepuh juga meninggalkan situs
penting yang berupa Telaga Rambit dan Sumur Dhahar. Masing-masing bertempat di
Desa Purwodadi dan Golokan. Menurut cerita masyarakat Sedayu, keunikan dari
keduanya adalah, pemanfaatannya sebagai air minum dan dikonsumsi oleh sebagian
besar masyarakat Sedayu, namun sumber mata airnya tidak pernah mengering dan
habis walaupun pada musim kemarau.
Menurut penduduk sekitar, makam
Kanjeng Sepuh ramai diziarahi pada setiap malam Jumat Pahing. Para peziarah
datang dari luar daerah dan pada hari itulah biasanya puncak keramaian Kota
Sedayu. Tradisi ini banyak mempengaruhi mobilisasi ekonomi masyarakat Sedayu.
Selain membludaknya pengunjung Pasar Pahing, magnet ini juga mampu menciptakan
Pasar Tiban yang tentu saja menggerakkan mnda perekonomian.
Yang istimewa, banyak di antara para
peziarah yang mengaku cukup berhasil dalam bisnisnya setelah ziarah di makam
aulia ini. Karena itu, setiap ziarah wali tidak sedikit yang menjadikan makam
Kanjeng Sepuh sebagai tujuan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. “Setiap
ziarah Walisongo, rombongan kami selalu menjadi makam Kanjeng Sepuh yang tidak
boleh dilewatkan,” ucap salah seorang peziarah asal Mojokerto. Tak hanya yang
usaha dalam bisnis, mereka yang ingin naik jabatannya konon juga banyak yang
mengaku cocok berdoa di makam ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada kompleks masjid makam Kanjeng Sepuh, terdapat unsur-unsur kebudayaan pra
Islam. Hal tampaknya sengaja dilakukan untuk untuk menjembatani agar kebudayaan
Islam sebagai unsur yang baru dapat diterima di tengah lingkungan masyarakat
yang beragama Hindu-Budha.
Untuk memperingati kebesaran Kanjeng
Sepuh Sedayu sebagai adipati maupun ulama, masyarakat setempat setiap tahun
mengadakan haul dan istighotsah akbar di Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu. Acara
berlangsung meriah. Prosesi itu menjadi tradisi masyarakat untuk mengenang jasa
adipati yang bergelar lengkap Kiai Panembahan Haryo Soeryo Di- ningrat, yang
wafat pada 1856.
Sementara itu, catatan (aim) K.
Ridwad Ahmad dari Djawatan Penerangan RI Kecamatan Sidayu pada 25 Februari 1957
menyebut, Kanjeng Sepuh Sedayu adalah seorang ahli strategi. Banyak jasa
Kanjeng Sepuh untuk menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka dari
berbagai teror selama masa penjajahan.
Keberanian Kanjeng Sepuh menantang
kebijakan Belanda tentang pajak juga menjadi catatan. Adipati dengan berani
mengusulkan memberi nama sebuah pasar di Surabaya dengan nama Kabean, yang berarti
untuk semua, dalam sebuah rapat dengan pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya,
beliau menolak diskriminasi dan kenaikan pajak yang dikehendaki Belanda. Sebab,
waktu itu Belanda punya iktikad untuk membeda-bedakan pedagang dengan maksud
menaikkan pajak. Pasar tersebut saat ini dikenal dengan nama Pasar Pabean.
Beliau juga dekat dengan rakyat.
Diam-diam, di malam hari, beliau berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten,
yang meliputi Sedayu, Lamongan, Babat, hingga Jombang, untuk melihat keseharian
dan problem masyarakatnya. Berbagal peninggalan sejarah Sedayu sebenarnya
telah merldapatkan perhatian Dinas Pur- bakala Trowulan. Namun, yang terawat
baru kompleks masjid dan makam. Sisa bangunan lain berupa situs, mengenai
status pertanahan si- sa-sisa sejarah itu kini belum tersentuh. Salah satunya,
reruntuhan asli bekas bangunan masjid di Desa Mriyunan, Sumur Dhahar di Desa
Golokan, dan Telaga Rambit di Desa Purwodadi yang nampak tidak terawat. Belum
lagi kondisi Sumur Dhahar yang kini menjadi tempat pembuan- gan sampah. Tidak
terdapat museum atau bau harum ketika kita berkunjung ke sana, namun bukitan
sampah yang kotor dan berbau menyengat.
Dulu di wilayah sekitar Sedayu
sering sekali terjadi banjir. Namun berkat kehebatan Kanjeng Sepuh, beliau bisa
mengatur irigasi sehingga bisa menghilangkan banjir tahunan. Irigasi itu juga
membuat petani di Sedayu bisa panen tiga kali dalam setahun.
Di masa Kanjeng Sepuh, perdagangan
di Sedayu juga maju. Dulu, orang Tionghoa cukup banyak membuka usaha di wilayah
tersebut. Itu terjadi, karena Kanjeng Sepuh sangat toleran terhadap para
pedagang Tionghoa tersebut. “Mereka tetap boleh berusaha, tapi, tidak boleh
memelihara anjing,” tambahnya.
Keberhasilan tersebut, membuat
Kanjeng Sepuh diagungkan. Banyak kisah yang mengungkapkan keistimewaannya.
Salah satunya dalam suatu legenda disebutkan bahwa pada waktu itu Kanjeng
Sepuh mendapatkan sepuluh undangan di Surabaya dan waktunya bersamaan.
“Anehnya, sepuluh orang yang mengundang itu merasa Kanjeng Sepuh hadir,”
cerita seorang masyarakat setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar