Lain Dulu Lain Sekarang
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Proses Kreatif
Oleh:
Miftahul Huda
12321716
Semester 3 B Pagi
Dosen Pengampu:
Sutardi, S.S, M,Pd.
PROGRAM STUDI
PENDIDKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM
DARUL ULUM LAMONGAN
2014
LAIN DULU LAIN SEKARANG
Cerpen: Miftahul Huda
Terhenti
langkah ku malam itu, saat kulangkahkan kakiku ke dalam sebuah rumah yang sudah
cukup lama aku incar dan intai selama tiga bulan belakangan ini. Rumah ini
cukup megah untuk lingkungan sekitar yang masih sepi bangunan rumah di samping
kanan dan kirinya. Lingkungan ini masih sepi perumahan karena memang merupakan
lahan yang baru saja dibuka untuk
keperluan program pemerintah lima tahun yang lalu, yaitu transmigrasi
yang bertujuan untuk pemerataan penduduk di daerah yang memang padat
penduduknya. Selama tiga bulan aku mengintai rumah, aku mengetahui rumah ini
berpenghuni sepasang suami istri yang sukses dengan usaha pertanian yang mulai
dirintis setelah mereka transmigrasi. Sepasang suami istri ini jarang menempati
rumah megah ini, mereka lebih suka dan merasa nyaman untuk menginap di gubug
kecil dekat sawah mereka yang jaraknya kira-kira 100 meter dari rumah ini. Aku
semakin memantapkan tekad ku untuk menjarah harta benda rumah ini, setelah
kuketahui hanya mereka berdua yang menempatinya. Tidak ada seorang pembantu,
satpam, atau bahkan orang lain yang ada
di rumah ini selain mereka berdua.
Sudah hampir
enam tahun ini, Aku meninggalkan orang tuaku, rumah, serta kampung halamanku
untuk mencari kerja di luar. Selama satu tahun, aku bekerja sebagai tukang
bersih-bersih salah satu masjid di surabaya. Tepat setelah satu tahun aku
bekerja, aku ditawari oleh sepat setelah satu tahun aku bekerja, aku diatwari
oleh sepat setelah satu tahun aku bekerja, aku diatwari oleh sepat setelah satu
tahun aku bekerja, aku diatwari oleh sepat setelah satu tahun aku bekerja, aku
diatwari oleh sepat setelah satu tahun aku bekerja, aku ditawari oleh seseorang
untuk bekerja di kalimantan sebagai salah seorang pelayan restoran disana
dengan membayar uang sebesar 1 juta rupiah sebagai persyaratan utama untuk
mendaftar dengan jaminan pasti diterimanya pendaftar sebagai pelayan. Setelah
itu, aku meminta waktu satu hari untuk mempertimbangkan serta menghitung uang
tabungan, yang telah aku kumpulkan selama satu tahun bekerja sebagai tukang
bersih-bersih. Kemudian satu hari setelahnya, aku memutuskan untuk ikut
mendaftar dan sisa uang tabunganku tadi aku kirimkan ke orang tuaku yang ada
dikampung halaman beserta sepucuk surat berisi kabar mengenai diriku dan
niatanku untuk pergi bekerja ke pulau kalimantan sebagai seorang pelayan.
Satu minggu setelah aku mendaftar, adalah
hari pemberangkatan aku dan orang-orang yang aku rasa juga telah ikut mendaftar
sebelumnya. Kami berangkat ke kalimantan menggunakan kapal laut. Ketika akan
sampai di pelabuhan, aku ditawari minuman. Karena aku memang merasa haus ketika
itu, aku tidak menolak dan lansung meminumnya. Akan tetapi tidak lama setelah
aku meminumnya, aku merasa mengantuk dan mulai
tertidur.
Ketika
bangun, aku sungguh bingung. Karena aku berada di pinggiran jalan sendirian,
yang belum ku kenal. Dengan hanya menggunakan pakaian yang telah kupakai
sebelumnya, sementara dompet, tas, uang, pakaian dan hand phone ku sudah tidak
bersamaku lagi. Setelah itu aku mulai mengingat-ingat kejadian sebelum aku
tertidur dan baru setelah itu, aku sadar kalau aku telah tertipu oleh
orang-orang yang bersamaku dikapal tadi. Akhirnya kuputuskan untuk mulai
berjalan mengikuti jalan. Beruntung setelah aku berjalan, aku menemukan desa
transmigrasi ini dan bertemu dengan seorang bapak yang ramah menyapa, serta
bertanya ketika melihatku berjalan dengan wajah lusuh memasuki desa. Aku
menceritakan semua kejadian yang telah ku alami, sampai akhirnya aku bisa
sampai si desa ini. Setelah itu, bapak tadi memintaku untuk tinggal dan bekerja
sebagai satpam di rumahnya. Segera setelah itu, aku diajak ke rumahnya yang
ternyata sangat megah dan indah untuk ukuran rumah di pedesaan.
Kurang lebih
empat tahun setengah aku bekerja di rumah bapak ini sebagai satpam. Aku dan
keluarga bapak ini cukup akrab. Pegawai itu berusaha untuk menjadi kepala
pegawai dan berencana untuk merebut kekayaan bapak dan keluarganya. Melihat
keakrabanku dengan keluarga, ternyata ada salah seorang pegawainya yang tak
senang terhadapku dan berusaha menyingkirkanku dengan menuduhku sebagai
pembunuh dari bapak majikanku tadi. Bapak memang telah dibunuh oleh seseorang
di gudang dekat rumanya, satu minggu sebelumnya secara mengenaskan dengan cara
di mutilasi menjadi 19 bagian. Warga kampung yang memang banyak suka kepada
bapak dan keluarga ini, karena keramahanya dan kedermawanannya. Tepat satu
minggu setelah meninggalnya bapak, pegawai yang bermaksud menyingkirkanku dari
keluarga bapak ini, berhasil meyakinkan warga desa! Kalau akulah yang telah
membunuh bapak. Segera setelah itu, aku mulai dicari dan dikejar-kejar oleh
warga. Mendengar kabar itu dari anak majikanku, segera setelah itu aku
bersembunyi dari warga desa yang tidak lama setelah itu datang ke tempatku
tinggal dan bermaksud untuk menghakimiku. Sadar telah difitnah, aku merasa
kalau aku telah menjadi kambing hitam yang lama kelamaan membuatku frustasi.
Tiga bulan setelah aku menjadi buronan desa. Aku memutuskan untuk pergi dari
desa, dan berniat untuk mencari pekerjaan yang baru. Dalam perjalananku untuk
mencari pekerjaan baru, hampir dalam tiga hari mencari, aku hanya makan nasi
satu kali. Lama aku mencari, aku tak kunjung untuk menemukan pekerjaan yang
akhirnya membuatku semakin frustasi dan stress berat. Mungkin karena sudah
empat bulan ini aku jarang makan. Timbul pikiran burukku untuk mencuri harta
benda orang-orang kaya untuk aku gunakan sebagai penyambung hidup. Lama
kelamaan setelah aku mencuri disana dan sini, aku mulai terbiasa dengan yang
namanya mencuri. Sampai akhirnya aku berniat untuk mencuri di rumah yang
ditinggali hanya oleh sepasang suami istri ini.
Langkahku
untuk mencuri malam itu di rumah ini terhenti bukan karena aku bertemu dengan
penghuni rumah atau orang yang ada didalam, melainkan karena kudapati suara
orang yang sedang menangis dan bermunajat kepada tuhan dengan menyebut namaku
di setiap doanya. Aku didoakan di setiap doanya. Lama aku mendengarkannya
berdoa, aku merasa suara orang yang berdoa dari dalam kamar ini seperti tak
asing dengan telingaku dan pernah aku dengar sebelumya. Suara orang ini, mirip
sekali dengan suara ibuku didesa tempatku tinggal. Seketika itu air mataku
menetes karena mengingat keluargaku di desa yang sudah hampir empat tahun, aku
lupa memberi kabar. Malam itu, aku tak jadi mencuri di rumah itu. Aku malah duduk
di dekat kamar tempat suara orang berdoa dan merenungi keadaanku kini, yang
seorang mencuri. Ditengah-tengah aku mendengarkan suara wanita yang berdoa
tadi, aku dikejutkan dengan suara laki-laki yang tiba-tiba memanggil namaku
ketika aku duduk di dekat kamar tadi. Seketika itu juga aku mendapati seorang
laki-laki berada di dekat tempat aku duduk meratapi keadaanku. Aku sungguh
terkejut ketika aku memandang orang yang memanggil tadi adalah bapakku sendiri,
yang telah lama aku tinggal lima tahun yang lalu. Wajar kalau aku dapat
dikenalinya, karena sebelumnya aku telah membuka peutup kepala ketika aku duduk
dan merenungi nasib sebagai seorang pencuri. Terlebih lagi, rumah itu memang
masih dalam keadaan menyala lampunya. Aku yang semula berniat untuk lari keluar
karena terkejut karena tahu ada seseorang yang memanggilku, hanya bisa terdiam
merasa malu dan bingung bertemu dengan bapak kandungku ini. Aku didekatinya
untuk memastikan apakah aku ini benar-benar anaknya atau bukan. Bapakku melihat
dari mulai ujung kaki hingga ujung rambut dan kemudian merangkulku, dengan
menangis haru karena bertemu denganku. Tidak lama setelah itu, bapak memanggil
ibuku yang ternyata adalah wanita yang tadi telah bermunajat di kamar tadi. Aku
lansung saja berlari dan mencium kaki ibu yang sudah lama tak kutemui.
Malam itu
juga, kami sekeluarga saling melepas rindu dan saling menanyakan keadaan. Aku
menceritakan apa yang telah kualami selama ini, begitu juga dengan kedua orang
tuaku. Dari cerita mereka, aku mengetahui kalau mereka melakukan transmigrasi
ke kalimantan bertujuan untuk mencariku karena sudah lama tidak bertemu atau
mendapat kabar dariku. Kedua orang tuaku menangis ketika mereka mengetahui
ceritaku dan menerima keadaanku sebagai seorang maling. Kemudian setelah itu, mereka
menyuruhku untuk tinggal bersama di rumah yang semula mau aku curi ini.
Hari-hari
setelah itu, aku mulai tinggal dengan orang tuaku dan membantu mereka bertani,
aku dan keluargaku kini hidup bahagia
bersama. Genap enam bulan setelah aku tinggal dengan kedua orang tuaku,
aku diminta untuk segera menikah. Untuk wanitanya, orang tuaku sudah mempunyai
calon istri untukku. Aku mengiyakan saja, keinginan orang tuaku. Karena aku tak
ingin menjadi anak yang durhaka untuk kedua kalinya setelah dulu, menjadi seorang
maling.
Istriku
adalah seorang wanita yang cantik, baik fisik maupun hatinya. Darinya aku
menjadi seorang bapak dari dua anak yang telah dilahirkannya. Aku sungguh
bahagia, dengan keadaanku sekarang bersama kedua orang tua, istri, dan dua
anakku. Aku bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikanku, kebahagiaan dan
mempertemukan aku dengan kedua orang tuaku setelah cukup lama terpisah.